WARTA PAROKI BILOGAI-com – Sejak tahun 1961 hingga 1969, wilayah Papua resmi digabungkan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan nama Irian Jaya. Sejak saat itu, masyarakat Papua hidup sebagai bagian dari sebuah provinsi di bawah naungan pemerintahan Indonesia. Kemudian, pada tahun 2001, nama Irian Jaya diubah menjadi Provinsi Papua oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai bentuk penghargaan terhadap identitas dan martabat masyarakat Papua.
Perjalanan selanjutnya menunjukkan bahwa dengan alasan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan, Provinsi Papua dimekarkan menjadi dua wilayah administratif: Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Dalam perkembangannya, dua provinsi tersebut kembali dimekarkan menjadi empat provinsi baru, sehingga kini Pulau Papua terdiri atas enam provinsi, dengan jumlah kabupaten yang terus bertambah.
Pemekaran wilayah ini disusun dan dijalankan oleh elit-elit politik nasional maupun lokal dengan maksud yang tampaknya baik—yakni demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat Papua. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa implementasi dari visi dan misi pemekaran ini belum sepenuhnya terwujud. Banyak harapan yang belum dijawab, bahkan menimbulkan dampak negatif bagi Orang Asli Papua (OAP). Beberapa hal-hal penting yang perlu diperhatikan:
Permasalahan yang Dihadapi OAP Pasca-Pemekaran:
- Kesiapan Masyarakat Lokal yang Belum Matang
Meskipun pemekaran telah terjadi, banyak masyarakat Papua merasa belum siap menerima perubahan tersebut. Kebijakan otonomi khusus pun belum dijalankan secara maksimal. Kuota dan hak-hak OAP masih sering disalahgunakan atau tidak dijalankan sesuai amanat undang-undang. - Pemekaran yang Mengarah pada Eksploitasi Alam
Pemekaran wilayah sering kali menjadi alasan untuk membuka akses bagi perusahaan-perusahaan besar yang justru merusak alam Papua. Misalnya, pembukaan tambang nikel di Raja Ampat dan pertambangan emas di Papua Tengah yang tidak memperhatikan dampak lingkungan maupun hak masyarakat adat. - Proyek Strategis yang Mengabaikan Hak-Hak Masyarakat Adat
Proyek-proyek berskala nasional, seperti proyek pangan di Merauke atau rencana pembukaan lahan di Papua Barat Daya (Tambrauw), kerap menggusur hutan dan merampas tanah adat tanpa musyawarah yang adil dengan masyarakat setempat. - Krisis di Sektor Pendidikan dan Kesehatan
Akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan masih sangat terbatas. Minimnya fasilitas, tenaga pendidik, dan tenaga medis menyebabkan kualitas hidup OAP terus menurun. Dalam jangka panjang, Papua berisiko mengalami krisis kepemimpinan akibat kurangnya kader-kader potensial dalam berbagai bidang. - Merosotnya Etos Kerja dan Ketergantungan Sosial
Program bantuan sosial yang tidak dibarengi dengan pemberdayaan jangka panjang membuat banyak OAP kehilangan semangat untuk mengolah tanah dan membangun kehidupan mandiri. Ketergantungan pada bantuan beras dan uang tunai menjadikan banyak masyarakat lupa akan potensi tanah mereka sendiri. Akibatnya, tanah-tanah adat dapat berpindah tangan dan OAP terancam menjadi tamu di atas tanah leluhurnya.
Solusi dan Harapan untuk Masa Depan OAP:
- Meluruskan Sejarah Papua
Pemerintah perlu terbuka untuk meluruskan sejarah Papua saat bergabung dalam NKRI antara tahun 1961–1969, agar tidak ada lagi luka sejarah yang tersisa dan agar identitas Papua diakui secara utuh. - Penerapan Otonomi Khusus secara Konsisten
Undang-undang Otonomi Khusus harus diterapkan secara nyata, dengan menjabarkan visi dan misinya ke dalam program-program yang menjawab kebutuhan rakyat Papua, bukan hanya sekadar wacana politik. - Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan
Pemerintah pusat dan daerah perlu secara serius membenahi infrastruktur pendidikan dan kesehatan, termasuk penyediaan tenaga kerja profesional yang memadai di wilayah-wilayah pedalaman. - Perlindungan terhadap Hak-Hak OAP dan Tanah Adat
Tanah dan sumber daya alam milik masyarakat adat harus dihormati dan dilindungi. Kepercayaan diri OAP dalam membangun masa depan mereka di atas tanah sendiri harus diperkuat melalui perlindungan hukum dan kebijakan yang adil. - Pengkaderan OAP untuk Kepemimpinan Masa Depan.
Perlu ada program terencana untuk mencetak kader-kader OAP yang siap memimpin di pemerintahan, gereja, budaya, dan kehidupan sosial. Ini penting untuk memastikan bahwa masa depan Papua ditentukan oleh anak-anak Papua sendiri.
Pemekaran wilayah seharusnya menjadi pintu gerbang menuju kemajuan, bukan kerusakan dan keterpinggiran. Harapan besar ada di pundak para pemimpin dan seluruh rakyat Papua untuk memastikan bahwa tanah ini tetap menjadi rumah yang damai, sejahtera, dan bermartabat bagi generasi yang akan datang.(*)
Oleh : RD. Benny Magai,Pr.